Asas-Asas Kewarganegaraan
Oleh: Alvian Octo Risty
Koerniatmanto
Soetoprawiro (1996:9) dalam Noor M Aziz (2011:7) Penentuan status
kewarganegaraan sebagaimana dilakukan berdasarkan asas kewarganegaraan yang
diterapkan dalam suatu negara. Harus disadari bahwa setiap negara memiliki
kebebasan untuk menentukan asas kewarganegaraan ini terkait dengan penentuan
persoalan kewarganegaraan seseorang. Asas kewarganegaraan merupakan pedoman
dasar bagi suatu negara untuk menentukan siapakah yang menjadi warga negaranya.
Isharyanto (2015:45)
menyatakan bahwa Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia
asli dalam negara Republik Indonesia secara otomatis menjadi warga negara
Republik Indonesia (Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946). Undang-undang ini pada
dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa
kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak
dalam undang-undang ini merupakan suatu pengecualian.
Imam Choirul Muttaqin
(2011: 132) menyatakan dalam status kewarganegaraan, terdapat beberapa
permasalahan yang berkaitan dengan seseorang yang dinyatakan sebagai
warganegara dan bukan warganegara dalam suatu negara, sehingga muncul istilah apatride,
bipatride, dan multipatride. Apatride merupakan istilah untuk orang-orang yang
tidak mempunyai kewarganegaraan, sedangkan bipatride merupakan istilah yang
digunakan untuk orang-orang yang memiliki status kewarganegaraan rangkap atau
sering dikenal dengan dwi-kewarganegaraan. Sementara yang dimaksud dengan
multipatride adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan status
kewaganegaraan seseorang yang memiliki 2 (dua) atau lebih status
kewarganegaraan. Apatride timbul apabila menurut peraturan-peraturan tentang
kewarganegaraan, sesorang tidak dianggap sebagai warganegara. Sedangkan
bipatride timbul apabila menurut peraturan-peraturan kewarganegaraan dari
berbagai Negara, seseorang dianggap sebagai warganegara oleh negara-negara yang
bersangkutan (Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, 295).
Ketegasan siapa
orang-orang bangsa Indonesia asli sebagaimana diatur dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 telah memperjelas dan mempertegas kedudukan
dan kepastian hukum bagi setiap Warga Negara Indonesia yang sejak kelahirannya
di wilayah Republik Indonesia tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas
kehendak sendiri tersebut sejalan dengan ketegasan yang diatur dalam ketentuan
Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1946,
sehingga dengan demikian pada tataran yuridis konstitusional interpretasi
tentang pengertian “Asli” menjadi lebih jelas (Isharyanto, 2015, 45-46).
Adapun asas-asas yang
dianut dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ditegaskan
sebagai berikut:
(1) Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
(2) Asas
ius soli (law of the soil) secara
terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai
dengan ketentuan undang-undang.
(3) Asas
kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.
(4) Asas
kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
Selain
asas tersebut di atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan
undang-undang tentang kewarganegaraan Republik Indonesia, yaitu:
(1) Asas
kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan
kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan
kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki citacita dan tujuannya
sendiri.
(2) Asas
perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib
memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan
apapun baik di dalam maupun luar negeri.
(3) Asas
persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa
setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum
dan pemerintahan.
(4) Asas
kebenaran substantif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya
bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat
permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
(5) Asas
non diskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal
ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama,
golongan, jenis kelamin dan gender.
(6) Asas
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam
segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin,
melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara
pada khususnya.
(7) Asas
keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ihwal yang
berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.
(8) Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.
Referensi:
Imam Choirul Muttaqin. 2011. Kewarganegaraan Ganda Terbatas Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Program Pasca Sarjana (Tesis) https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20251688-T%2028672-Kewarganegaraan%20ganda-full%20text.pdf
Isharyanto. 2015. Hukum Kewarganegaraan Republik Indonesia (Dinamika Pengaturan Status Hukum Kewarnegaraan Dalam Perspektif Perundang-Undangan). Yogyakarta: Absolute Media
Noor M Aziz. 2011. Laporan Kompendium Hukum Bidang Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.