IDENTIFIKASI SISTEM PERADILAN PIDANA SAAT INI DI LIHAT SECARA IDEAL KONSEPTUAL

0

 

MAKALAH

IDENTIFIKASI SISTEM PERADILAN PIDANA SAAT INI DI LIHAT SECARA IDEAL KONSEPTUAL

 “SISTEM PERADILAN PIDANA“

Penulis: Alvian Octo R

BAB 1

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Sistem Peradilan pada hakikatnya Identik dengan sistem penegakan hukum, karena proses peradilan pada hakikatnya suatu proses menegakkan hukum. Jadi pada hakikatnya identik dengan “sistem kekuasaan kehakiman”, karena “Kekuasaan kehakiman” pada dasarnya merupakan “Kekuasaan/kewenangan menegakkan hukum”. Apabila difokuskan dalam bidang hukum pidana, dapatlah dikatakan bahwa “Sistem peradilan Pidana” (dikenal dengan istilah SPP atau Criminal Justice System/CJS) pada hakikatnya merupakan “Sistem Penegakan Hukum Pidana” (SPHP) yang pada hakikatnya juga identik dengan “Sistem Kekuasaan Kehakiman di bidang hukum pidana” (SKK-HP).[1]

Diagram skematik “Criminal Justice System” telah disusun oleh The Commision’s Task force on Science and Technology di bawah pimpinan Alfred Blumstein. Sebagai ahli manajemen, Blumstein menerapkan pendekatan manajerial dengan bertopang pada pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana. Sejak saat itu dalam penanggulangan kejahatan di Amerika Serikat diperkenalkan dan dikembangkan pendekatan sistem sebagai pengganti pendekatan hukum dan ketertiban. Melalui pendekatan ini kepolisian, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan tidak lagi merupakan instansi yang berdiri sendiri melainkan masing-masing merupakan unsur penting dan berkaitan erat satu sama lain (Atmasasmita, 1996 : 9 ).[2]

Berasarkan uraian di atas penulis tertarik membuat makalah dengan judul “IDENTIFIKASI SISTEM PERADILAN PIDANA SAAT INI DI LIHAT SECARA IDEAL KONSEPTUAL”

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut

1. Jelaskan Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana?

2. Bagaimana  Indentifikasi Sistem Peradilan Pidana saat ini dilihat secara ideal konseptual?

C.      Tujuan

Berdasarkan Rumusan Masalah diatas penulis merumuskan tujuan sebagai berikut:

1. Mendenskripsikan pengertian dan tujuan sistem peradilan pidana.

2. Mendenskripsikan Indentifikasi Sistem Peradilan Pidana saat ini dilihat secara ideal konseptual.


 

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana

Sistem hukum nasional merupakan  hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. [3]

Tekanan pada upaya prevensi/pencegahan dari Sistem Peradilan Pidana untuk mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan, menegaskan bahwa Hukum Pidana terhadap sistem pemidanaan menekankan penegakan asas Ultimum Remedium, suatu prinsip yang menghendaki hukum pidana sebagai senjata akhir dari penegakan hukum pidana, yang implementasinya dilakukan dengan pendekatan non penal melalui prosedur Out of Court Settlement sesuai asas Restorative Justice.[4]

Ada banyak pengertian tentang sistem hukum pidana, berikut penulis uraikan pengertian menurut ahli

1. Mardjono Reksodiputro

Sistem peradilan pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga – lembaga kepolisian. Kejaksaan, pengadilan dan permasyarakatan terpidana. Dikemukakan pula bahwa sistem peradilan pidana ( criminal justice system) adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Menanggulangi diartikan sebagai  mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas – batas toleransi masyarakat. Pengendalian kejahatan agar masih dalam batas toleransi masyarakat tidak berarti memberikan toleransi terhadap suatu tindak kejahatan tertentu atau membiarkannya untuk terjadi.

 

2. Muladi

Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksnaan pidana. Namun demikian kelembagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila dilandasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa kepada ketidakadilan.

 

3. Remington dan Ohlin

Mengartikan sistem peradilan pidana sebagai pemakaian pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana dan peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang – undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial Toleransi tersebut sebagai suatu kesadaran bahwa kejahatan akan tetap ada selama masih ada manusia di dalam masyarakat. Jadi, dimana ada masyarakat pasti tetap akan ada kejahatan.[5]

Adapun tujuan sistem peradilan pidana menurut Mardjono Reksodiputro adalah:

a. Mencegah masyarakat menjadi objek/korban.

b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat

puas bahwa keadilan telah ditegakan dan yang bersalah dipidana.

 

 

 

B.  Indentifikasi Sistem Peradilan Pidana saat ini dilihat secara ideal konseptual

Dilihat dari aspek/komponen substansi hukum (legal substance), sistem peradilan pada hakikatnya merupakan sistem normatif atau sistem penegakan substansi hukum (merupakan “integral legal system” atau “Integrated legal subtance”). Pada umumnya yang termasuk “legal system” (legal substance) di bidang peradilan/penegak hukum, mencakup substansi hukum formal dan substansi hukum pelaksanaan/ eksekusi (execution law).

Adanya “Kesatuan sistem (norma/substansi HP) yang integral” dapat dilihat dari beberapa sudut, minamal dari dua sisi/aspek, yaitu dari aspek ”peraturan/kelengkapan bidang-bidang hukum pidana” dan dari aspek “subtansi nilai/ide dasarnya. Kalau kesatuan sistem integral hanya dikaitkan dengan kelengkapan jenis/bidang HP (hukum pidana), dapatlah dikatakan bahwa kondisi substansi HP saat ini sebenarnya sudah cukup lengkap, karena ketiga bidang substansi HP (HP Materiel, HP Formal, dan hukum pelaksana pidana) sudah ada, walaupun masih mengandung berbagai masalah yang harus dibenahi atau di “reform”. [6]

Di Indonesia terdapat 4 macam sistem peradilan yang di akui, terdapat dalam pasal 10 ayat 2 UU No. 4/ 2004, yaitu :

1.  Lingkungan peradilan umum

2.  Lingkungan peradilan agama

3.  Lingkungan peradilan militer, dan

4.  Lingkungan peradilan tata usaha negara

Dalam sistem peradilan pidana pelaksanaan dan penyelenggaan penegakan hukum pidana melibatkan badan-badan yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri. Badan-badan tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Dalam kerangka kerja sitematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya, selanjutnya.

Bertolak dari pengertian kekuasaan kehakiman dalam arti luas maka “kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri harus pula terwujud dalam keseluruhan proses penegakan hukum pidana. Artinya, keseluruhan kekuasaan kehakiman di bidang penegakan hukum pidana (yaitu “kekuasaan penyidikan”, “Kekuasaan penuntutan”, “Kekuasaan mengadili”, dan “Kekuasaan Eksekusi Pidana”) seharusnya merdeka dan mandiri, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah/eksekutif. Jadi pengertian “Kekuasaan yang merdeka dan mandiri” juga harus diperluas, tidak hanya pada kekuasaan peradilan/kekuasaan mengadili. Kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri harus terwujud dalam keseluruhan proses dalam sistem peradilan pidana. Ini berarti keseluruhan proses dalama sistem peradilan pidana (SPP) harus merdeka dan mandiri. Tidaklah ada artinya apabila kekuasaan kehakiman yang merdeka dan mandiri itu hanya pada salah satu sub sistem (yaitu pada sub sistem “Kekuasaan Mengadili”[7]

Ketika momentum perubahan datang, reformasi peradilan dimulai dengan revisi kebijakan satu atap (UU No. 14/1970) yang menempatkan urusan organisasi, administrasi dan financial menjadi urusan Mahkamah agung. Revisi tersebut selanjutnya dipertegas, dilengkapi dan diimplementasikan melalui revisi paket UU Bidang Hukum (UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA, UU Pengadilan Umum) pada tahun 2004. Bersamaan itu seleksi hakim agung dan ketua Mahkamah agung yang sebelumnya yang sangat tertutup, mulai dilakukan secara terbuka oleh DPR pada 2000-2003.

Seakan tidak mau ketinggalan, MA pun kemudian membuat dan merumuskan sejumlah paket rencana pembaruan yang akan dilakukannya (Blue Print MA, 2003). Sejumlah pengadilan khusus untuk mengadili perkara-perkara seperti pelanggaran HAM, Korupsi, Anak juga di bentuk melalui Undang-undang. Praktik-praktik mafia peradilan disinyalir masih berjalan di setiap tahapan, mulai dari pengadilan negeri (PN), Pengadilan tinggi (PT) sampai MA. Seperti kasus panitera pengganti dan hakim PN Jakarta selatan yang memeras saksi dalam kasus korupsi PT Jamsostek dan kasus advokat Syaifudin Popon, Ramdhan Rizal dan M. Sholeh, dua panitera PT Jakarta. Serta kasus Probosutedjo yang mencoba menyuap majelis hakim di MA dengan uang miliaran rupiah, dengan tersangka Harini Wijoso dan beberapa pegawai MA.[8]


BAB 3

PENUTUP

A.      Simpulan

Berikut simpulan dari pembahasan diatas

1. Sistem peradilan pidana merupakan suatu jaringan (network) peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksnaan pidana. Yang bertujuan untuk mencegah masyarakat menjadi objek/korban, dan menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakan dan yang bersalah dipidana

2. Praktik-praktik mafia peradilan  masih berjalan. Seperti kasus panitera pengganti dan hakim PN Jakarta selatan yang memeras saksi dalam kasus korupsi PT Jamsostek dan kasus advokat Syaifudin Popon, Ramdhan Rizal dan M. Sholeh, dua panitera PT Jakarta. Serta kasus Probosutedjo yang mencoba menyuap majelis hakim di MA dengan uang miliaran rupiah, dengan tersangka Harini Wijoso dan beberapa pegawai MA, oleh sebab itu reformasi peradilan di Indonesia harus segera dilaksanakan kembali.

B.       Saran

1.    Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dalam kepastian hukum haruslah selalu bersandingan dengan rasa keadilan. Karena mengingat asas ada 3 yakni : Kadilan, kepastian hukum dan manfaat.

2.    Mengenai sistem peradilan pidana harus lebih diperhatikan dan di utamakan untuk menekan angka kriminalitas sehingga ini perlu mendapat perhatian untuk menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan suatu negara khususnya negara Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :           

Arief, Barda Nawawi. 2019. Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) Di Indonesia. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Arief, Barda Nawawi. 2019. Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrate Criminal Justice System) Di Indonesia. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Jurnal :

Supriyanto. Jurnal Perkembangan Sistem Peradilan Pidana.FH UNISRI Hlm. 2 (download: https://media.neliti.com/media/publications/23566-ID-perkembangan-sistem-peradilan-pidana.pdf )  tanggal akses 27/07/2019

Adji, Indriyanto seno. 2016. Sistem Hukum Pidana & Keadilan Restoratif. Pascasarjana Universitas Indonesia hlm. 16 (download : https://www.bphn.go.id/data/documents/fgd_dphn_prof._indriyanto_seno_aji.pdf ) tanggal akses 27/07/2019

Paproeka, Arbab._____.Perubahan Bidang Politik dan Pengaruhnya terhadap reformasi peradilan (dalam bunga rampai komisi yudisial dan reformasi peradilan) hlm. 48-49 (donwolad: https://documents.tips/download/link/bunga-rampai-2-55a0d1564f189 ) tanggal akses 27/07/2019

 

Undang-undang :

UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN



[1] Arief, Barda Nawawi. 2019. Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) Di Indonesia. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Hlm. 2

[2] Supriyanto. Jurnal Perkembangan Sistem Peradilan Pidana.FH UNISRI Hlm. 2 (download: https://media.neliti.com/media/publications/23566-ID-perkembangan-sistem-peradilan-pidana.pdf)

[3] Bagian I. Umum Penjelasan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Hlm. -/alenia II

[4] Adji, Indriyanto seno. 2016. Sistem Hukum Pidana & Keadilan Restoratif. Pascasarjana Universitas Indonesia hlm. 16 (download :https://www.bphn.go.id/data/documents/fgd_dphn_prof._indriyanto_seno_aji.pdf)

[5] ___________.Sistem perailan pidahan & tinak piana ringan.unpas Hlm. 34-35 (download: http://repository.unpas.ac.id/3645/3/SKRIPSI%20BAB%20II.pdf)

[6]  Arief, Barda Nawawi. 2019. Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) Di Indonesia. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Hlm. 10-11

 

[7] Arief, Barda Nawawi. 2019. Kapita Selekta Hukum Pidana Tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrate Criminal Justice System) Di Indonesia. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Hlm. 11-12

 

[8] Paproeka, Arbab._____.Perubahan Bidang Politik dan Pengaruhnya terhadap reformasi peradilan (dalam bunga rampai komisi yudisial dan reformasi peradilan) hlm. 48-49 (donwolad: https://documents.tips/download/link/bunga-rampai-2-55a0d1564f189)

Post a Comment

0Comments
Post a Comment (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top