MAKALAH
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SEWA
LAHAN PERTANIAN
“HUKUM EKONOMI SYARIAH“
Penulis: Alvian Octo R
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam kaya akan
tuntunan hidup bagi umatnya. Selain sumber hukum utama yakni Al-Quran dan
As-Sunnah, Islam juga mengandung aspek penting yakni fiqih. Fiqih Islam sangat
penting dan dibutuhkan oleh umat Islam, karena ia merupakan sebuah pegangan
dalam menjalankan praktik ajaran Islam itu sendiri, baik dari sisi ibadah,
muamalah, syariah, dan sebagainya.
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya
tidak dapat bekerja sendiri, ia harus bermasyarakat dengan orang lain. Karena
tidak dipungkiri, manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu kerjasama
antara satu pihak dengan pihak lainnya guna mementingkan taraf perekonomian dan
kebutuhan hidup serta keperluan lain tidak bisa diabaikan. Kerjasama dapat
memberikan manfaat bagi umat manusia serta kerabat-kerabat dengan cara yang
ditentukan oleh kedua belah pihak seperti mengadakan transaksi atau perjanjian.
Maka diperlukan cara bermuamalah yang benar, yakni dengan memfungsikan
nilai-nilai Islami dalam perilaku ekonomi agar manusia dapat mewujudkan
kehidupan yang lebih adil.[1]
Fiqh muamalah merupakan istilah khusus dalam hukum Islam yang mengatur hubungan
antar individu dalam sebuah masyarakat. Fiqh muamalah dapat di pahami
sebagai hukum perdata Islam, akan tetapi terbatas pada kebendaan dan perikatan,
sedangkan hukum keluarga tidak tercantum di dalamnya melainkan masuk dalam Ahwal
Al Syahshiyah. Islam memberi jalan kepada manusia untuk mengatur hubungan
antar individu sesuai dengan syariat Islam yaitu yang berpedoman pada Al-Qur’an
dan Hadist. [2]
Dalam kehidupan kita tidak
lepas dari bantuan orang lain, karena manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan. Adanya sewamenyewa tanah juga mendominasi kehidupan dan ini
berkaitan dengan sistem pengelolaannya yang dalam Islam sewa-menyewa atau
upah-mengupah disebut dengan ijarah. Dimana rukun dan syaratnya pada
umumnya tediri dari dua orang yang berakad yang disyaratkan sudah dewasa, objek
akad diketahui penjelasan waktu dan penjelasan manfaat, ijab qabul, dan
harga sewa yang telah disepakati.
Berdasarkan
uraian di atas penulis tertarik membuat makalah dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK SEWA LAHAN PERTANIAN”
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut
1. Jelaskan
pengertian sewa menyewa dan dasar hukum sewa menyewa (Ijarah)?
2. Bagaimana
rukun dan syarat sewa menyewa (Ijarah)?
3. Bagaimana
sifat akad sewa menyewa (Ijarah)?
C.
Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah diatas
penulis merumuskan tujuan sebagai berikut:
1. Mendenskripsikan
pengertian sewa menyewa dan dasar hukum sewa menyewa (Ijarah).
2. Mendenskripsikan
rukun dan syarat sewa menyewa (Ijarah).
3. Mendenskripsikan sifat akad sewa menyewa (Ijarah)
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Sewa Menyewa
dan Dasar Hukum Sewa Menyewa
Ijarah secara etimologi adalah masdar
dari kata ؤجش٠- أجش (ajara-ya‟jiru), yaitu upah yang diberikann sebaga kompensasi
sebuah pekerjaan. Al-ajru berarti upah atau imbalan untuk sebuah pekerjaan.
Al-ajru makna dasarnya adalah pengganti, baik yang bersifat materi maupun
immateri.[3]
Perjanjian sewa menyewa dalam Fiqh Islam
disebut dengan al-ijarah. Akad al-ijarah adalah akad yang penting dalam
kehidupan yang praktis. Akad al-ijarah termasuk dari salah satu dari
transaksi yang banyak dilakukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhanmelalui
praktik sewa menyewa barang, pekerjaan dan usaha di sektor jasa.[4]
Pemilik barang atau benda yang
menyewakan manfaat biasa disebut Mu‟ajjir (orang yang menyewakan),
sedangkan pihak lain yang memanfaatkan benda atau barang yang disewakan disebut
Musta‟jir (orang yang menyewa atau penyewa), dan sesuatu yang diakadkan
untuk diambil manfaatnya disebut ma‟jur (sewaan), sedangkan jasa yang
diberikan sebagai imbalan manfaat disebut ujrah (upah).[5]
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian atau
kesepakatan di mana penyewa harus membayarkan atau memberikan imbalan atau
manfaat dari benda atau barang yang dimiliki oleh pemilik barang yang
dipinjamkan. Hukum dari sewa menyewa adalah mubah atau diperbolehkan. Contoh
sewa menyewa dalam kehidupan sehari-hari misalnya seperti kontrak mengontrak
gedung kantor, sewa lahan tanah untuk pertanian, menyewa / carter kendaraan,
sewa menyewa vcd dan dvd original, dan lain-lain.
Dalam sewa menyewa harus ada barang yang disewakan,
penyewa, pemberi sewa, imbalan dan kesepakatan antara pemilik barang dan yang
menyewa barang. Penyewa dalam mengembalikan barang atau aset yang disewa harus
mengembalikan barang secara utuh seperti pertama kali dipinjam tanpa berkurang
maupun bertambah, kecuali ada kesepatan lain yang disepakati saat sebelum
barang berpindah tangan.[6]
Landasan hukum tentang sewa menyewa atau ijarah
terdapat
beberpa ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi
Muhammad SAW:
1. Al – Qur’an:
a) QS. Az-Zukhruf : 32
Artinya:
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan,
sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagain
mereka dapat mepergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan.”. (Q.S Az-Zukhruf : 32).
b) QS
Al-Baqarah : 233
“Dan jika dan jika ingin anakmu
disusukan orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-Baqarah : 233).
2. As – Sunnah
“Dari Handhala bin Qais berkata: Saya bertanya kepada Rafi bin
Khadij tentang menyewakan bumi dengan emas dan perak, maka ia berkata: Tidak
apa-apa, adalah orang-orang di jaman Rasulullah saw menyewakan bumi dengan
barang-barang yang tumbuh di perjalanan air dan yang tumbuh di pangkal-pangkal
selokan dan dengan beberapa macam dari tumbuh-tumbuhan lalu binasa ini, selamat
itu dan selamat itu dan binasa yang itu, sedangkan orang yang tidak melakukan
penyewaan kecuali melakukan demikian, oleh karma itu kemudian dilarangnya,
apapun sesuatu yang dimaklumi dan ditanggung, maka tidak apa-apa”. (HR. Muslim)[7]
B. Rukun dan Syarat Sewa Menyewa
Untuk sahnya akad sewa
menyewa, pertama kali harus dilihat terlebih dahulu yaitu orang yang melakukan
perjanjian sewa menyewa tersebut. Apakah kedua belah pihak telah memenuhi
syarat untuk melakukan perjanjian pada umumnya atau tidak, penting juga untuk
diperhatikan bahwa kedua belah pihak cakap bertindak dalam hukum yaitu punya
kemampuan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Adapun rukun sewa menyewa ada dua golongan
yang berpendapat yaitu golongan pertama Abu Hanifahsewa menyewa / ijarah
menjadi syah hanyalah dengan ijab dan qobul. yang kedua golongan Syafi‟iyah,
Malikiyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa rukun ijarah itu sendiri dari
Mu‟ajir (pihak yang diberi upah), serta musta‟jir (orang yang membayar ijarah),
dan al ma‟kud „alaih (barang yang disewakan).[8]
Rukun
sewa-menyewa hampir sama dengan rukun pinjam-meminjam, dan bila salah satu
rukun ini tidak ada maka batal kegiatan sewa-menyewanya, syariat Islam.
Ketetapan rukun sewa-menyewa yaitu sebagai berikut :
1. Seorang yang menyewa dan yang menyewakan
2. Barang atau zat yang disewakan
3. Ada manfaatnya dari barang yang disewakan
4. Ijab kabul tentang sewa-menyewa
Sedangkan syarat sewa-menyewa adalah :
1. Orang yang menyewakan (musta'jir) dan orang yang menyewa ('ajir)
syaratnya yaitu :
- Berakal sehat
- Dengan kehendak sendiri (tidak dipaksa)
- Tidak mubazir/pemboros
- Baliq atau dewasa
2. Barang yang disewakan syaratnya yaitu : Diketahui jenisnya,
kadarnya, dan sifatnya
3. Manfaat dari barang yang disewakan syaratnya yaitu :
- Benar-benar berharga
- Manfaat itu tidak menghilangkan zat barang yang disewakan
4. Ijab kabul syaratnya yaitu :
- Menggunakan lafal sewa-menyewa
- Mudah dimengerti oleh kedua pihak
- Muwalah/bersambung antara ijab dan kabul[9]
C. Sifat
Akad Sewa Menyewa
Para ulama fiqh berbeda pendapat
tentang sifat ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak.
Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa akad ijarah itu mengikat,
tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah
satu pihak yang berakad, seperti salah satu pihak wafat atau kehilangan
kecakapan bertindak hukum. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah
itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh
dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini terlihat dalam kasus apabila salah
seorang meninggal dunia, maka akad ijarah batal, karena manfaat tidak boleh
diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa manfaat itu boleh
diwariskan karena termasuk harta (al-mal). Oleh sebab itu, kematian
salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.
Hukum ijarah shahih adalah tetapnya
kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang
menyewakan, sebab ijarah termasuk jual beli pertukaran, hanya saja dengan
kemanfaatan. Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama Hanafiyah,
jika penyewa telah mendapatkan manfaat maka ia wajib membayar upah yang sesuai
dengan yang ditentukan. Ini bila kerusakan tersebut disebabkan syarat fasid.
Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan ketidak jelasan dan jumlah ujrah
tidak disebutkan maka wajib membayar sebesar apa pun upah itu. Ja’far dan ulama
Syafi’iyah berpendapat bahwa ijarah fasid sama dengan jual beli fasid,
yakni harus dibayar sesuai dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang
sewaan.
Penyewa tidak wajib mengganti barang sewaan
yang rusak kecuali jika dia lalai dari mejaganya. Karena hal-hal yang
menjadikan penyewa itu bertanggungjawab mengganti barang sewaan ketika ia lalai
dari menjaganya atau memang sengaja merusaknya dan melanggar syarat orang yang
menyewakan (pemilik barang).Tapi Malikiyah dan kedua murid besar imam Abu
Hanifah -abu yusuf dan asy-syaibani- berpendapat penyewa tetap harus
bertanggungjawab terhadap barang sewaan meskipun rusaknya tidak disengaja,
kecuali jika karena kebakaran umum, atau tenggelam dan sejenisya, sebagaiman
yang dilakukan Umar untuk kehati-hatian terhadap harta orang lain.[10]
BAB 3
PENUTUP
A. Simpulan
Berikut simpulan dari pembahasan diatas
1. Sewa
menyewa adalah perjanjian/kesepakatan penyewa harus membayarkan/memberikan
imbalan/manfaat dari benda/barang yang dimiliki pemilik barang yang
dipinjamkan. Hukum sewa menyewa adalah mubah/diperbolehkan.
2. Ketetapan rukun sewa-menyewa yaitu Seorang
yang menyewa dan yang menyewakan, Barang/zat yang disewakan, Ada manfaatnya
barang yang disewakan,dan Ijab kabul tentang sewa-menyewa. Sedangkan syarat sewa-menyewa : Orang
yang menyewakan (musta'jir) dan orang yang menyewa ('ajir)
Berakal sehat, kehendak sendiri (tidak dipaksa), Tidak mubazir/pemboros dan
Baliq/dewasa kemudian barang yang disewakan syaratnya :Diketahui jenisnya, kadarnya, dan sifatnya.
Kemudian Manfaat dari barang yang disewakan syaratnya: Benar-benar berharga,
Manfaat itu tidak menghilangkan zat barang yang disewakan. Kemudian Ijab
kabul syaratnya : Menggunakan lafal sewa-menyewa, Mudah dimengerti oleh
kedua pihak, dan Muwalah/bersambung antara ijab dan kabul.
3. Ulama
Hanafiyah berpendirian akad ijarah mengikat, tapi boleh dibatalkan
sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad,
seperti salah satu pihak wafat/kehilangan kecakapan bertindak hukum. Akan
tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat,
kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan.
B. Saran
1. Bagi yang
menjalankan jual beli dan sewa-menyewa. Alangkah baiknya jika sedang
bermu‘amalah itu seharusnya sesuai dengan apa yang sudah diterapkan di dalam
Hukum Islam.
2. Bagi para pembaca yang tertarik mempelajari jual beli dan sewa-menyewa diharapkan agar makalah ini bisa memberikan informasi tentang pelaksanaan sewa-menyewa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Mustofa,Imam.
2016. Fiqih Muamalah. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Ajib,Ghufron
.____. Fiqh Muamalah Kontemporer II Indonesia. Semarang, Karya Abdi Jaya
Sabiq,Sayyid.
2013. Fiqh Sunnah Terjemahan Tirmidzi. Jakarta: Pustaka al Kautsar
Sudarsono. 1994.
Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: Rineka Cipta
Jurnal & Internet :
Mufid
S, Achmad. 2010. Akad Sewa Tanah Bengkok Dalam Perspektif Hukum Islam.
Purwokerto: IAIN Purwokerto hlm. 1 (Jurnal)
Zamzami,
Husnul. 2018. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Sewa Lahan Pertanian
Berasarkan Usia Plastik. Semarang: UIN Walisongo Semarang hlm.2 (Jurnal)
Annur
solo.Hukum Seputar Ijarah(Sewa Menyewa) http://www.annursolo.com/hukum-seputar-sewa-menyewa-ijarah/ tgl akses 3/8/2019
Ayo Berguru, halaman: https://ayoberguru.blogspot.com/2015/10/rukun-dan-syarat-sewa-menyewa.html tgl
akses 3/8/2019 “Sumber : Tim Bina Karya
Guru, Bina Fikih untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI, (Jakarta: Erlangga, 2009),
Cet. 16, h. 40-41“
Godam, situs web belajar online. Pengertian dan
penjelasan sewa menyewa dari sisi islam (halaman: http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-dan-penjelasan-sewa-menyewa-dari-sisi-islam-definisi-hukum-dan-contoh-kegiatan-sewa-menyewa-dasar.html#.XUa9GGTFDMw) tgl
akses 1/8/2019
Kartikasari, Dwiani. Sewa menyewa dalam hukum Islam http://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/10/25/sewa-menyewa-dalam-hukum-islam/ tgl
akses 3/8/2019
[1] Mufid S, Achmad. 2010. Akad Sewa Tanah Bengkok Dalam Perspektif
Hukum Islam. Purwokerto: IAIN Purwokerto hlm. 1 (Jurnal)
[2] Zamzami, Husnul. 2018. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik
Sewa Lahan Pertanian Berasarkan Usia Plastik. Semarang: UIN Walisongo
Semarang hlm.2 (Jurnal)
[3] Imam Mustofa, Fiqih Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016, hlm.
101
[4] Ghufron Ajib, Fiqh Muamalah
Kontemporer II Indonesia, Semarang, Karya Abdi Jaya hlm. 127
[5] Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terjemahan
Tirmidzi, Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2013, hlm 805
[6] Godam, situs web belajar online. Pengertian dan penjelasan sewa
menyewa dari sisi islam (halaman: http://www.organisasi.org/1970/01/pengertian-dan-penjelasan-sewa-menyewa-dari-sisi-islam-definisi-hukum-dan-contoh-kegiatan-sewa-menyewa-dasar.html#.XUa9GGTFDMw)
tgl akses 1/8/2019
[7] Kartikasari, Dwiani. Sewa menyewa dalam hukum Islam http://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/10/25/sewa-menyewa-dalam-hukum-islam/
tgl akses 3/8/2019
[8] Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam,
Jakarta: Rineka Cipta, 1994, hlm. 149
[9] Ayo Berguru, halaman: https://ayoberguru.blogspot.com/2015/10/rukun-dan-syarat-sewa-menyewa.html
tgl akses 3/8/2019 “Sumber : Tim Bina Karya Guru, Bina Fikih untuk
Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI, (Jakarta: Erlangga, 2009), Cet. 16, h. 40-41“
[10] Annur solo.Hukum Seputar Ijarah(Sewa Menyewa) http://www.annursolo.com/hukum-seputar-sewa-menyewa-ijarah/ tgl akses 3/8/2019