By. Alvian Octo R
Pertahanan dan
Keamanan Nasional
Pasal 30 Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 mengamanatkan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(Sishankamrata) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai kekuatan utama, kemudian
rakyar sebagai kekuatan Pendukung
A) Pertahanan Negara
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang
Pertahanan Negara. Pertahanan negara adalah segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara. Sistem
pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang
melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya,
serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara
total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
Penyelenggaraan pertahanan negara adalah segala kegiatan untuk melaksanakan
kebijakan pertahanan negara. Pengelolaan pertahanan negara adalah segala
kegiatan pada tingkat strategis dan kebijakan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara. Komponen
utama adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang siap digunakan untuk
melaksanakan tugas-tugas pertahanan.
Tentara Nasional
Indonesia (TNI) berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.Tentara Nasional Indonesia bertugas
melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk :
a.
Mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan
wilayah.
b.
Melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa.
c.
Melaksanakan Operasi Militer Selain Perang; dan
d.
Ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan
perdamaian regional dan internasional.
Pertahanan negara
bertujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan segenap bangsa dari
segala bentuk ancaman. Dengan demikian, semua usaha penyelenggaraan pertahanan
negara harus mengacu pada tujuan tersebut. Oleh karena itu, pertahanan negara
berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai satu kesatuan pertahanan. Pertahanan negara
diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem
pertahanan negara melalui usaha membangun dan membina kemampuan dan daya
tangkal negara dan bangsa serta menanggulangi setiap ancaman. Sistem pertahanan
negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai
komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung.
Dalam menghadapi ancaman nonmiliter, menempatkan lembaga pemerintah di luar
bidang pertahanan sebagai unsur utama yang disesuaikan dengan bentuk dan sifat
ancaman dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa. Sistem
pertahanan negara melibatkan seluruh komponen pertahanan negara, yang terdiri
atas komponen utama, komponen cadangan, dan komponen pendukung.
Hal ini berbeda
dengan komponen kekuatan Pertahanan Keamanan Negara yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia, yang terdiri atas komponen dasar, komponen
utama, komponen khusus, dan komponen pendukung. Perbedaan lainnya adalah bahwa
dalam Undang-Undang ini, hanya Tentara Nasional Indonesia saja yang ditetapkan
sebagai komponen utama, sedangkan cadangan Tentara Nasional Indonesia
dimasukkan sebagai komponen cadangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan
penyelenggaraan pertahanan negara sesuai dengan aturan hukum internasional yang
berkaitan dengan prinsip pembedaan perlakuan terhadap kombatan dan non
kombatan, serta untuk penyederhanaan pengorganisasian upaya bela negara. Di
samping itu, Undang-Undang ini juga mengatur mengenai sumber daya alam, sumber
daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional, baik sebagai komponen
cadangan maupun komponen pendukung.
Setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diselenggarakan
melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib,
pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sesuai
dengan profesi. Istilah Tentara Nasional Indonesia yang digunakan dalam
Undang-Undang ini adalah sebagai pengganti istilah Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982. Berdasarkan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Nomor : VI/MPR/2000 dan
Nomor : VII/MPR/2000. Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi
masing-masing. Tentara Nasional Indonesia, yang terdiri atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut, dan Angkatan Udara adalah alat negara yang berperan sebagai alat
pertahanan negara, sedangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat
negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, memberikan pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat.
Untuk mendukung kepentingan pertahanan negara, sumber daya manusia, sumber daya
alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana nasional yang berada di
dalam dan/atau di luar pengelolaan departemen yang membidangi pertahanan
dimanfaatkan semaksimal mungkin, baik sebagai komponen cadangan maupun komponen
pendukung.
Presiden selaku
penanggungjawab tertinggi dalam pengelolaan pertahanan negara dibantu oleh
Dewan Pertahanan nasional yang berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam
menetapkan kebijakan umum pertahanan negara. Untuk menghadapi ancaman bersenjata.
Presiden berwenang mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam keadaan memaksa, Presiden dapat
langsung mengerahkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dengan kewajiban
paling lambat 2 X 24 (dua kali dua puluh empat) jam harus mengajukan
persetujuan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat
tidak menyetujui pengerahan tersebut Presiden harus menghentikan operasi
militer. Menteri membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan umum pertahanan
negara dan menetapkan kebijakan tentang penyelenggaraan pertahanan negara.
Selain itu, Menteri menyusun "buku putih pertahanan", menetapkan
kebijakan kerja sama bilateral, regional, dan internasional di bidangnya,
merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia dan
komponen pertahanan lainnya, menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan,
perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi dan
industri pertahanan. Dalam hal menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis
pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan, Menteri bekerja
sama dengan pimpinan departemen dan instansi pemerintah lainnya. Panglima
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Panglima menyelenggarakan perencanaan strategi dan operasi
militer, pembinaan profesi dan kekuatan militer, serta memelihara kesiagaan
operasional. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Panglima dapat
menggunakan segenap komponen pertahanan negara yang selanjutnya
dipertanggungjawabkan kepada Presiden.
Dalam hal
pemenuhan kebutuhan Tentara Nasional Indonesia, Panglima bekerja sama dengan
Menteri. Pembinaan kemampuan pertahanan negara dilakukan melalui pendayagunaan
segala sumber daya nasional serta pemanfaatan wilayah negara dan pemajuan
industri pertahanan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara dengan
memperhatikan hak masyarakat dan peraturan perundang-undangan. Untuk menjamin
penyelenggaraan pertahanan negara yang memenuhi prinsip demokrasi, Dewan
Perwakilan Rakyat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan umum
pertahanan negara dan dapat meminta keterangan tentang penyelenggaraan dan
pengelolaan pertahanan negara. Sehubungan dengan perkembangan kesadaran hukum
yang hidup dalam masyarakat yang mengedepankan prinsip demokrasi, hak asasi
manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, dan prinsip hidup berdampingan
secara damai, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 perlu diganti dengan Undang-Undang ini.
B) Keamanan Negara
Keamanan memiliki pengertian yang universal atau sering
disebut dengan security Pada
awal mulanya konsep keamanan (security) hanya menyangkut pengertian yang
berkaitan dengan keamanan suatu Negara. Komisi Konstitusi (2004) dengan
mengutip Patrick J. Garrity mengemukakan bahwa pengertian “security” : “closely
tied to a state’s defense of sovereign interest by military means. At its most
fundamental level, the term security has meant the effort to protect a
population and territory against organized force while advancing state interest
through competitive behavior”.
Dalam literatur
kepolisian, pengertian keamanan secara umum adalah keadaan
atau kondisi bebas dari gangguan fisik maupun Pshikis terlindunginya
keselamatan jiwa dan terjaminnya_harta benda dari segala macam ancaman gangguan
dan bahaya” (Awaloedin Djamin, 2004). Sudah barang tentu pemahaman ini
berbeda dengan pengertian keamanan (security) pada awalnya,
karena pengertian ini lebih mengacu pada pengertian “keamanan dan ketertiban
masyarakat” yang kita biasa gunakan atau juga disebut keamanan umum (publik security).dalam ini istilah lama seperti publik
order atau law and order telah mengalami
perluasan, di mana order tidak hanya menyangkut ketertiban
seperti digunakan oleh bahasa kita sehari-hari, akan tetapi sudah menyangkut
keamanan.
Istilah security juga telah bergeser dan
berkembang (semakin luas). Semenjak tahun 1994 dengan keluarnya The
Human Devolepment dikenal pula istilah “human security” yang
berarti : pertama, keamanan dari ancaman
kronis kelaparan, penyakit dan penindasan. Kedua, berarti perlindungan dari gangguan mendadak yang
merugikan pola kehidupan sehari-hari di rumah, ditempat kerja ataupun dalam masyarakat The Human Development Report tersebut
di atas mengidentifikasi 7(tujuh)yang
merupakan human security, yaitu (1) economic
security, (2) food security, (3) health security, (4) environmental
security, (5) personal security, (6) community
security, dan (7) political security. Fokus dari human security adalah manusia, bukan bukan negara.
Berdasarkan uraian di atas, istilah keamanan mempunyai pengertian yang beraneka ragam sehingga tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi
harus dikaikan dengan sesuatu;
misalnya “keadaan atau
kondisi bebas dari gangguan fisik, maupun Pshikis, terlindunginya keselamatan
jiwa dan terjaminnya harta benda dari segala macam ancaman gangguan dan
bahaya” (Awaloedin Djamin, 2004). karena itu pengertian istilah
keamanan sangat tergantung pada kata yang mengikutinya. Ditinjau dari tatarannya, paling tidak
kita bisa mengelompokkan konsep
keamanan itu dalam 4(empat)
kategori yaitu : (1) International security (2) National
(State) security, (3) Public security (and Order), dan
(4) Human security.
C)
Memahami
Konsep Keamanan Nasional
Sejalan dengan perkembangan pemahaman tentang security, pada
pasca Perang Dunia II konsep keamanan nasional (national security) juga digulirkan. Komisi
Konstitusi(2004) dengan mengutip Christopher Schoemaker mengemukakan : “national
security was seen primarily as the protection
from external invasion, an attitude primarily driven by the war. As a result,
the original concept had a strong military component”. Pengertian
ini sangat dikaitkan dengan invasi
dari luar sehingga seolah-olah hanya menyangkut upaya pertahanan
dalam rangka menjaga keamanan nasional (negara). Karena itu pada tataran global
berlangsung pemikiran kembali atau peninjauan ulang tentang dimensi keamanan.
Dalam kehidupan bangsa kita, kebutuhan tersebut juga dirasakan karena ada
anggapan bahwa seolah-olah keamanan hanya urusannya polisi, sementara untuk
menghadapi ancaman dari luar negeri dilakukan dengan upaya pertahanan yang
menjadi porsi urusan TNI. Karena itu, sejalan dengan penilaian SBY (rethinking
security) kita perlu memikirkan kembali pengertian kembali konsep keamanan khususnya yang menyangkut keamanan Negara.
Pemahaman tentang konsep keamanan nasional dapat kita
telusuri dari beberapa sumber. Dalam Kamus Bahasa Indonesia “Keamanan Nasional ”berarti“
kekuatan suatu bangsa untuk melindungi negaranya [penebalan oleh penulis] terhadap ancaman atau
bahaya baik dari dalam maupun dari luar negeri ”(Peter Salim, 2002). Edy
Prasetyono (2005) mengemukakan bahwa“ keamanan nasional dapat diartikan sebagai
kebijakan politik pemerintah yang bertujuan untuk menegakan situasi yang aman
dan kondusif bagi terselenggaranya pemerintahan sehingga mampu
mempertahankan tujuan vital
nasional [penebalan oleh penulis dari segala gangguan dan
ancaman. Dengan demikian keamanan
nasional perlu dilihat dalam hubungannya dengan upaya untuk mecapai kepentingan
nasional”. Kusnanto Anggoro, dalam buku Keamanan Demokrasi dan Pemilu (2004) tidak memberikan pengertian tetang konsep
keamanan nasional, tetapi dikemukakan bahwa “terdapat beberapa ancaman terhadap keamanan nasional, yaitu
ancaman militer yang dapat muncul dalam berbagai bentuk. Bentuk yang
paling ekstrim adalah serangan dan pendudukan, baik dengan tujuan
untuk memusnahkan suatu negara, untuk merebut atau menguasai
suatu wilayah, maupun mengubah
institusi kenegaraan. Dan ancaman yang tidak kalah pentingnya
adalah ancaman ekonomi yang
secara jelas dapat mengganggu
stabilitas domestik”.
Dari uraian tersebut diatas, kita memperoleh gambaran
bahwa keamanan nasional memiliki pengertian yang khusus dalam arti obyeknya,
sehingga artinya tidak mencakup aspek keamanan dalam suatu negara tetapi difokuskan pada ancaman terhadap negara (Kamus
dan Kusnanto Anggoro), dan tujuan vital nasional (Edy Prasetyono). Pemahaman
ini sejalan dengan konsep amerika, seperti dikutip Komisi konstitusi (2004)
dari Christopher Schoemaker : “the protection of the United State from major
threats [penebalan oleh penulis] to our territorial, political, or
economic wen-being”.
Berdasarkan gambaran pengertian yang diuraikan diatas
dapat dikemukakan bahwa konsep keamanan nasional tidak lalu berarti keamanan
secara nasional. Dalam percakapan sehari-hari tema nasional memberi kesan yang berarti menyeluruh (pusat sampai daerah,
semua lapisan masyarakat); Contoh: Bapennas, BKKBN, dan lain-lain. Sementara
itu, “National” dalam Bahasa
Inggris berarti nasional/bangsa.
Dengan perkataan lain, konsep keamanan nasional lebih mengandung
pengertian keamanan suatu negara
sebagai suatu kesatuan (entitas), bukan totalitas keseluruhan masalah
keamanan, yaitu keamanan negara dan keamanan kehidupan dalam suatu negara.
(Bandingkan pula pemikiran ini dengan konsep “lnternational/World
Security yang menjadi perhatian PBB).
Sejalan dengan kesimpulan tersebut, Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN) dengan mengutip Laksda TNI (Pur) Ir. Budiman Djoko Said
mengemukakan bahwa “pengertian keamanan
nasional cenderung berorientasi kepada masalah pertahanan dan masalah hubungan luar negeri.
Manajemennya dapat dianalogkan dengan yang ada di Indonesia, dengan
catatan lebih banyak memfokuskan
diri kepada masalah pertahanan yang
dalam hal ini dimulai dari konflik
intensitas rendah/low intensity conflict dalam skala tinggi (sabotase, spionase,
subversi, dan merusak/destructive action) sampai dengan konflik intensitas tinggi/high
intensity-conflict (separatisme sampai dengan invasi) tidak termasuk
keamanan dan ketertiban masyarakat/kamtibmas dan ketertiban umum/tibum serta
hubungan luar negeri”. Hal senada juga disampaikan Panglima TNI, Jenderal
Endriartono, bahwa ketentuan penyusunan
RUU Kamnas seyogyanya dikaitkan
dengan kebutuhan untuk mengatasi
permasalahan (Iintas
sektoral-penulis).
D)
Keamanan
Negara VS Keamanan Umum
Terdapat pendapat yang menyatakan bahwa TAP MPR NO.VI
Tahun 2000 bertentangan dengan TAP MPR NoVII Tahun 2000 dan Pasal 30 UUD 1945.
Jika kita merujuk semata-mata pada TAP MPR No. VI Tahun 2000, maka akan
diketemukan dua fungsi yang berbeda yaitu pertahanan urusan TNI dan keamanan
urusan Polisi. Semestinya untuk memahami TAP MPR No. VI Tahun 2000 harus
melihat TAP MPR No. VII Tahun 2000 yang ditetapkan secara bersamaan melalui
Sidang Umum MPR Tahun 2000. TAP MPR No. VII Tahun 2000 dan Pasal 30 ayat (4)
UUD 1945 secara lebih spesifik merumuskan tugas/peran Polri dalam bidang
“Keamanan dan Ketertiban Masyarakat” dalam rangka menjamin “Keamanan Dalam
Negeri”. Artinya, dalam konteks pemisahan TNI dan Polri, TAP MPR No. VI Tahun
2000 tidak memisahkan fungsi pertahanan (TNI) dengan fungsi keamanan negara
apalagi keamanan secara menyeluruh, melainkan keamanan dalam arti keamanan umum
(Polri). Untuk lebih memperjelas perbedaan konsep keamanan negara dan keamanan umum sebaiknya kita menengok kembali rumusan
ketentuan tentang Pertahanan dan Keamanan Negara dalam setiap UUD yang pernah
berlaku bagi negara Indonesia. Konstitusi RIS mengatur “Pertahanan Kebangsaan
dan Keamanan Umum” sebagaimana terdapat pada bagian VI. UUDS 1950
mengatur “Pertahanan Negara dan
Keamanan Umum” .sebagaimana terdapat pada bagian VI. Dengan
demikian Konstitusi RIS dan UUDS 1950 secara tegas membedakan
pertahanan/kemanan negara dan keamanan umum.
Disadari bahwa dalam pengelolaan keamanan negara akan saling terkait dengan pengelolaan
keamaman umum dan bahkan pengelolaan keamanan manusia. Namun penyelenggaraannya menyangkut
kepentingan/pendekatan dan aktor (utama) yang berbeda. Dari segi
kepentingan/pendekatan, keamanan
negara menyangkut kepentingan
politik karena yang harus dilindungi adalah persetambatan politik yaitu negara, sedangkan keamanan umum menyangkut
kepentingan persetambatan sosial yaitu masyarakat baik dalam satu negara
maupun antar negara. Sementara keamanan
manusia menyangkut kepentingan perlindungan hak-hak manusia (humaniora). Sudah barang tentu
kesemuanya harus diletakkan dalam konsep hukum, dan bagi pelanggar akan dihukum
untuk menjamin keamanan Negara,
keamanan umum dan perlindungan
Hak Asasi Manusia. Dari segi aktor (utama), keamanan negara merupakan porsi TNI dan Polri,
keamanan umum porsi Polri dan keamanan manusia porsi Komnas HAM.
Pertimbangan lain yang membuat kita untuk harus
berhati-hati dalam menyusun ruang lingkup konsep Keamanan Nasional adalah
seperti dikemukakan oleh Andi Widjajanto. Andi Widjajanto (2003) dengan merujuk
Barry Buzan, Ole Waever, dan Jaap de Wilde menekankan : “ketiga
pakar strategi ini memperingatkan para pembuat kebijakan untuk
tidak terburu-buru mengeskalasi suatu isu menjadi isu keamanan. Suatu isu hanya
dapat dikategorikan sebagai isu keamanan jika isu tersebut menghadirkan ancaman
nyata (existential threats) terhadap kedaulatan dan keutuhan teritorial negara.
Isu keamanan juga hanya akan ditangani oleh aktor militer jika ancaman yang
muncul disertai dengan aksi kekerasan bersenjata dan telah ada kepastian bahwa
negara telah mengeksplorasi semua kemungkinan penerapan strategi non kekerasan”
.
Sejalan dengan kutipan Andi Widjajanto, SBY mengingatkan
: “…agar kita
berhati-hati dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan wilayah yang kritikal
yaitu the use of military force” (Susilo B. Yudhoyono,
2004). A.A. Banyu Perwita (2006) mengutip Amitav Acharya : “the state
it seff, far from being the provider of securjfy as in the
conventional view, has in many ways been a primary
source of insecurity “. (Farouk Muhmammad).
E) Tugas dan Fungsi Polri
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas dan
Fungsi Kepolisian Republik Indonesia antara lain:
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a.
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b.
menegakkan hukum; dan
c.
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pertemuan 4
A) Tentara Nasional Indonesia (TNI)
1.
Peran
Tni Berperan Sebagai Alat Negara Di Bidang Pertahanan Yang Dalam
Menjalankan Tugasnya Berdasarkan Kebijakan Dan Keputusan Politik Negara.
2. Fungsi
(1) Tni Sebagai Alat Pertahanan Negara, Berfungsi Sebagai;
·
Penangkal
Terhadap Setiap Bentuk Ancaman Militer Dan Ancaman Bersenjata Dari Luar Dan
Dalam Negeri Terhadap Kedaulatan, Keutuhan Wilayah, Dan Keselamatan Bangsa;
·
Penindak
Terhadap Setiap Bentuk Ancaman Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1) Huruf A; Dan
·
Pemulih
Terhadap Kondisi Keamanan Negara Yang Terganggu Akibat Kekacauan Keamanan.
(2) Dalam Melaksanakan Fungsi Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat (1), Tni
Merupakan Komponen Utama Sistem Pertahanan Negara.
3. Tugas
(1) Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara.
(2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a.
operasi militer untuk perang;
b. operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. Mengatasi gerakan separatis bersenjata;
2. Mengatasi pemberontakan bersenjata;
3. Mengatasi aksi terorisme;
4. Mengamankan wilayah perbatasan;
5. Mengamankan objek vital nasional yang bersifat
strategis;
6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan
kebijakan politik luar negeri;
7. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta
keluarganya;
8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan
pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;
9. Membantu tugas pemerintahan di daerah;
10. Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam
undang-undang;
11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala
negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia;
12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam,
pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan;
13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan
(search and rescue); serta
14. Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan
penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyelundupan.
B)
Kepolisian Negara Republik Indonesia
1.
Peran
dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kepolisian
dinegara manapun selalu berada dalam sebuah dilema kepentingan kekuasaan yang
selalu menjadi garda terdepan perbedaan pendapat antara kekuasaan dengan
masyarakatnya. Sistem Kepolisian suatu Negara sangat dipengaruhi oleh Sistem
Politik serta control social yang diterapkan. Berdasarkan Penetapan Pemerintah
No. 11/S.D Kepolisian beralih status menjadi Jawatan tersendiri dibawah
langsung Perdana Menteri. Ketetapan Pemerintah tersebut menjadikan kedudukan
Polisi setingkat dengan Departemen dan kedudukan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Kapolri) setingkat dengan Menteri.
Dengan
Ketetapan itu, Pemerintah mengharapkan Kepolisian dapat berkembang lebih baik
dan merintis hubungan vertikal sampai ketingkat plaing kecil seperti pada
wilayah kecamatan-kecamatan. Kedudukan kepolisian dalam sebuah Negara selalu
menjadi kepentingan banyak pihak untuk duduk dan berada dibawah kekuasan. Pada
masa pemerintahan Orde Baru Kepolisian RI dibenamkan dalam sebuah satuan
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang bergerak dalam pengaruh
budaya militer. Militeristik begitu mengikat karena masa lebih dari 30 tahun
kepolisian di balut dengan budaya militer tersebut. Tahun 1998 tuntutan masyarakat
bgitu kuat dalam upaya membangun sebuah pemerintahan yang bersih dan mempunyai
keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat.
Maka
selanjutnya Tap MPR No.VI/2000 dikeluarkan dan menyatakan bahwa salah satu
tuntutan Reformasi dan tantangan masa depan adalah dilakukannya demokratisasi,
maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi ABRI. Bahwa akibat dari
penggabungan terjadi kerancuan dan tumpang tindih peran dan fungsi TNI sebagai
kekuatan pertahanan dan Polri sebagai kekuatan Kamtibmas. Maka Polri adalah
alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan. Oleh karena itu Polri
kembali dibawah Presiden setelah 32 tahun dibawah Menhankam/Panglima ABRI,
Berdasarkan Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia menyebutkan bahwa (1) Polri merupakan alat Negara yang berperan dalam
pemeliharaan kamtibmas, gakkum, serta memberikan perlindungan,pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya Kamdagri. Karena dalam
Bab II Tap MPR No. VII/2000 menyebutkan bahwa: (1) Polri merupakan alat Negara
yang berperan dalam memelihara Kamtibmas,, menegakkan hukum, memberikan
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. (2) Dalam menjalankan perannya,
Polri wajib memiliki keahlian dan ketrampilan secara professional. Artinya
Polri bukan suatu lembaga / badan non departemen tapi di bawah Presiden dan
Presiden sebagai Kepala Negara bukan Kepala Pemerintahan.
Dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi Kepolisian, perlu ditata dahulu rumusan tugas
pokok, wewenang Kepolisian RI dalam Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peran dan Fungsi Kepolisian Negara
Republik IndonesiaFungsi Kepolisian
Pasal 2 :” Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di
bidang pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat”. Sedangkan Pasal 3: “(1)
Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
dibantu oleh : a. kepolisian khusus, b. pegawai negri sipil dan/atau c.
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. (2) Pengemban fungsi Kepolisian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a,b, dan c, melaksanakan fungsi Kepolisian sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum masing-masing.
2. Tugas pokok Kepolisian
Pasal 13: Tugas
Pokok Kepolisian Negara Rrepublik Indonesia dalam UU No.2 tahun 20002 adalah
sebagai berikut:
·
Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
·
Menegakkan hukum
·
Memberikan perlindungan,pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat. “, penjabaran tugas Kepolisian di jelaskan lagi apada Pasal
14 UU Kepolisian RI.
3.
Kewenangan Kepolisian
Pada Pasal 15
dan 16 UU Kepolisian RI adalah perincian mengenai tugas dan wewenang Kepolisian
RI, sedangkan Pasal 18 berisi tentang diskresi Kepolisian yang didasarkan
kepada Kode Etik Kepolisian.
Sesuai dengan rumusan fungsi, tugas pokok, tugas dan weweang Polri sebagaimana
diatur dalam UU No. 2 tahun 2002, maka dapat dikatakan fungsi utama kepolisian
meliputi :
a.
Tugas Pembinaan masyarakat (Pre-emtif)
Segala usaha
dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,
kesadaran hukum dan peraturan perundang-undangan. Tugas Polri dalam bidang ini
adalah Community Policing, dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat secara
sosial dan hubungan mutualisme, maka akan tercapai tujuan dari community
policing tersebut. Namun, konsep dari Community Policing itu sendiri saat ini
sudah bias dengan pelaksanaannya di Polres-polres. Sebenarnya seperti yang
disebutkan diatas, dalam mengadakan perbandingan sistem kepolisian Negara luar,
selain harus dilihat dari administrasi pemerintahannya, sistem kepolisian juga
terkait dengan karakter sosial masyarakatnya.
Konsep
Community Policing sudah ada sesuai karakter dan budaya Indonesia ( Jawa)
dengan melakuka sistem keamanan lingkungan ( siskamling) dalam
komunitas-komunitas desa dan kampong, secara bergantian masyarakat merasa
bertangggung jawab atas keamanan wilayahnya masing-masing. Hal ini juga
ditunjang oleh Kegiatan babinkamtibmas yang setiap saat harus selalu mengawasi
daerahnya untuk melaksanakan kegiata-kegiatan khusus.
b.
Tugas di bidang Preventif
Segala usaha
dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, memelihara keselematan orang, benda dan barang termasuk
memberikan perlindungan dan pertolongan , khususnya mencegah terjadinya
pelanggaran hukum. Dalam melaksanakan tugas ini diperlukan kemampuan
professional tekhnik tersendiri seperti patrolil, penjagaan pengawalan dan pengaturan.
c.
Tugas di bidang Represif
Di bidang represif terdapat 2 (dua)
jenis Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu represif
justisiil dan non justisiil. UU No. 2 tahun 2002 memberi peran Polri untuk
melakukan tindakan-tindakan represif non Justisiil terkait dengan Pasal 18 ayat
1(1) , yaitu wewenang ” diskresi kepolisian” yang umumnya menyangkut kasus
ringan.
KUHAP memberi peran Polri dalam
melaksanakan tugas represif justisil dengan menggunakan azas legalitas bersama
unsur Criminal Justice sistem lainnya. Tugas ini memuat substansi tentang cara
penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Bila terjadi tindak pidana, penyidik melakukan
kegiatan berupa:
·
Mencari dan menemukan suatu peristiwa Yang dianggap
sebagai tindak pidana;
·
Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan;
·
Mencari serta mengumpulkan bukti;
·
Membuat terang tindak pidana yang terjadi;
·
Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.
Terima Kasih
ReplyDelete